Ramadan dengan Cinta #7 : Keabadian Cinta

Penulis: Prof. Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc., MA. (Ketua FKUB Provinsi Sulawesi Selatan).

Ternyata cinta tidak hanya dinikmati di dunia, cinta itu bisa berlanjut hingga di akhirat kelak. Cinta yang dibina untuk kepentingan dunia pasti akan berakhir di dunia saja. Cinta yang dibangun melampaui target dunia akan mengantar kebahagiaan dan kenikmatan akhirat. Lalu bagaimana caranya?

Mari renungkan hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari, bahwa satu di antara golongan itu adalah dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah. Mereka memiliki ikatan persaudaraan yang kuat, berdasarkan cinta karena Allah. Pertemuan dan hubungan mereka terjalin karena Allah, dan ketika harus berpisah, juga karena Allah. Cinta mereka saling menguatkan dan tidak tergoyahkan oleh kepentingan dunia.

Membangun persaudaraan sejati dengan memelihara hubungan antar pribadi yang seimbang, bahkan melihat orang lain sebagai bagian dari dirinya, bukan didasari pada kepentingan tertentu tetapi berdasarkan sikap menghargai orang lain sebagai ciptaan Tuhan.

Persaudaraan yang dibangun secara tulus tidak mengenal jarak dan waktu, mudah saling memaafkan, tidak dibangun atas status sosial, merasakan suka dan duka secara bersama, saling menasahti pada kebaikan. Persaudaraan seperti inilah yang akan melanggengkan hingga akhirat, menikmati hasil cinta yang dibangun di alam keabadian.

Selain persaudaraan yang dibangun atas cinta yang dapat melanggengkan ke alam keabadian, juga pertalian kenasaban yang dibangun atas ideologi yang sama dapat mengantarkan hingga akhirat. Renungkan ayat At-Tur: 21 adalah: “Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.

Orang tua dalam hal ini ayah dan ibu sebagai kepala rumah tangga, sangat menentukan satu keluarga dibawa hingga ke alam kebadian atau berakhir di dunia saja. Bisa saja satu keluarga hanya berkumpul di dunia dalam hitungan tahun yang singkat dan terbatas, tidak mampu bersama hingga akhirat.

Orang tua yang membina anaknya dengan ajaran Islam, mengajarkan akidah dengan benar, mengamalkan syariah secara bertanggungjawab seperti salat hingga membaca al-Qur’an dengan baik lalu membina karakter dan akhlak anaknya menjadi anak yang soleh dan seterusnya, pertanda orang tua seperti ini mencintai anaknya bukan hanya di dunia, tapi mencintai anaknya dunia dan akhirat.

Orang tua disebut sebagai wali, artinya orang tua bertanggung jawab sepenuhnya segala urusan yang berkaitan dengan anaknya lahir dan batin. Selain memenuhi kebutuhan lahiriyahnya, hal yang tak kalah pentingnya kebutuhan batiniyahnya agar anak dapat menjadi aset bukan hanya di dunia tapi aset di akhirat bagi orang tua.

Qurratu ‘ain (indah di mata dan menenangkan hati) yang menjadi doa orang tua adalah kepuasan spiritual yang hanya dinikmati oleh orang tua yang ingin membawa keluarganya hingga ke alam keabadian.

Tinggalkan komentar