
Penulis : Prof. Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc., MA. (Ketua FKUB Provinsi Sulawesi Selatan).
Atikah binti Zaid adalah istri Abdullah anak Abu Bakar Ashidiq, lebih dominan daripada suaminya dalam hal kepandaian, dan malah lebih menonjol dalam urusan perdagangan dibanding suaminya.
Abu Bakar kemudian meminta putranya untuk menceraiakan istrinya lalu ia lakukan, namun ternyata ia sangat sedih dengan perceraian itu. Suatu hari Abdullah berdiri di hadapan ayahnya yang akan berangkat salat sambil berdiri dan menangis ia membaca syair ungkapan hatinya;
Walam ara mitsly thalqal yaum mitslaha # wala mitslaha fi gayri jarmi. Yuthlaqu laha khalqu jazal wa hilm wa wamanshabu # wakhalqu sawiyyu filhayati wa mushaddiqu.
Saya belum pernah melihat orang seperti saya bercerai hari ini # atau orang seperti dia karena apa pun selain luka yang dalam… ia memiliki akhlak yang luhur, cita-cita, kedudukan # akhlak yang baik dalam hidup, dan juga jujur orangnya.
Mendengar syair cinta itu, Abu Bakar tergugah dan ikut sedih lalu meminta putranya Abdullah rujuk kembali kepada istrinya. Walhasil Ketika Abdullah wafat dalam usia masih relatif muda, sang Istri pun melepasnya dengan mambaca syair cinta:
Aalayta la tanfakku ‘ainy sakhinah # ‘alaykawala yanfakku jildy agraa…falillah ‘aynan man ra’a mitslahu fatan # a’affu wa amdha fil hiyaji wa ashbaraa.
Aku berharap mataku tidak pernah berhenti terasa hangat # saat berhadapan denganmu dan kulitku juga tidak akan pernah berhenti merasakan kehangatan….Bahagianya orang yang sama pemuda ini # dia yang lebih suci, lebih perhatian, dan lebih sabar.
Kisah ini dijelaskan oleh Ibn al-Qayyim dalam satu pasal “fii Rahmatil Muhibbin wa syafa’ah lahum ila ahbabihim fil wishal allazy yubihuhuddin” artinya, cinta kekasih dan syafa’atnya kepada kekasihnya untuk mencapai tujuan yang dibolehkan agama.
Abu Bakar sebagai ayah tentu ingin melihat putranya sebagai anak yang sukses dan suami yang mandiri. Saat melihat anaknya di bawah kendali istrinya, maka sebagai ayah ia pun meminta putranya untuk melepaskan diri dari kondisi itu dengan menceraikan istrinya. Sebagai anak yang saleh tentu takut menantang keinginan ayahnya, maka ia turuti perintah ayahnya tersebut. Namun di sisi lain, Abdullah sesungguhnya masih sangat mencintai istrinya, antara menuruti keinginan ayah dan mengikuti kata hatinya. Hingga suatu hari cinta itu tak terbendung lagi, maka ia lampiaskan perasaannya dalam bentuk syair. Walhasil Abu Bakar Ashidiq pun luluh hatinya dan meminta kepada anaknya Abdullah untuk rujuk Kembali kepada Atikah.
Perhatikan kisah lain yang terjadi pada Mugits seorang budak yang ditinggal oleh istrinya Barirah. Nabi melihatnya sedih dengan linangan air mata menetes melalui selah-selah jenggotnya, mengemis cinta pada Barirah yang tawaf di belakangnya. Nabi sampaikan kepada Abbas, wahai Abbas tidakkah kamu kasihan kepada Mugits melihat seperti itu? Abbas menjawab apakah Rasulullah perintahkan saya menyatukannya? Nabi saw menjawab saya hanya menyarankan demikian.
Apa yang terjadi di atas, adalah satu dari sekian banyak yang terjadi pada sahabat Rasulullah lainnya seperti Umar bin Khathab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lain-lainnya. Menunjukkan bahwa cinta kepada lawan jenis yang ingin dijadikan pasangan hidup diakui dan bukan hal yang dilarang dalam Islam.