Penulis : Prof. Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc., MA. (Ketua FKUB Provinsi Sulawesi Selatan)

Suku dan bangsa adalah hal utama dalam kehidupan manusia. Suku dan bangsa adalah bagian dari tanah air yang tidak bisa dipisahkan. Artinya tanah air adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan seseorang.
Secara alami kodrat manusia ditentukan memiliki tanah air di mana ia dilahirkan. Membenci tanah airnya berarti juga membenci sunnatullah yang Allah tetapkan di muka bumi. Allah swt jadikan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku dengan identitas yang masing masing melekat padanya.
Jika manusia masih normal secara alami, tidak ada yang merasa menyesal terlahir dari satu suku tertentu. Justru manusia selalu merasa bangga dengan suku dan bangsa di mana ia lahir. Karena itu hal yang sangat wajar dan manusiawi jika ada orang selalu kangen ingin pulang kampungnya merasakan dan membayangkan masa kecilnya dahulu, jika berada di perantauan. Orang yang ada di luar negeri selalu rindu dengan Indonesia, orang yang ada di luar kampungnya seperti Soppeng, Malang, Ponorogo, Jeneponto dan lain-lain selalu kangen mudik jika ia berada di daerah rantauan.
Mengapa Nabi Muhammad saw menangis tersedu-sedu ketika beliau akan meninggalkan Makkah menuju ke Yastrib (Madinah)? Beliau berkata “Demi Allah, engkau (Makkah) adalah bumi yang dicintai Allah. Andai saja aku tidak dikeluarkan oleh orang-orang pendudukmu, niscaya aku tidak akan meninggalkanmu”.
Salah satu dari sekian jawabannya, karena Nabi Muhammad saw sangat mencintai tempat yang menjadi tanah kelahirannya. Kesan mendalam sampai beliau menangis, meneteskan air mata, dan bahkan bersumpah atas nama Allah, memberi isyarat akan kecintaan yang mendalam terhadap Makkah.
Anjuran mencintai tanah air ini sudah diajarkan oleh Rasulullah saw sejak dulu. Salah satu di antaranya ketika Rasulullah mendeklarasikan persaudaraan dan persatuan di kalangan Muhajirin dan Ansor, serta mengakomodasi kepentingan umat Islam, umat Yahudi, dan orang-orang musyrik dalam satu state Negara Madinah.
Ketika Rasulullah hendak tiba dari perjalanan jauh, beliau mempercepat pacu kendaraan yang ditungganginya setelah melihat perbatasan kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakan binatang yang dikendarainya. Itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan beliau terhadap tanah airnya (HR Bukhari).
Jika ada ungkapan “Hubbul Wathan minal Iman” cinta tanah air sebagian dari iman, ungkapan ini benar adanya karena tanah air adalah sarana untuk menjalankan perintah agama. Tanpa tanah air, seseorang akan menjadi tunawisma, agamanya tidak terlaksana dengan baik dan sempurna. Jadi sikap nasionalisme, membela tanah air adalah bagian dari fardu ain (wajib) bagi setiap warga negara. Termasuk melestarikan budaya bangsa, menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan, menjaga kemerdekaan RI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945, menentang upaya yang merongrong keutuhan NKRI adalah bagian dari Hubbul Wathan minal Iman.