Ramadan dengan Cinta #29 : Taubat yang Dicintai

Penulis: Prof. Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc., MA. (Ketua FKUB Provinsi Sulawesi Selatan)

Allah sangat merindukan orang-orang yang bertaubat, bahkan taubatnya seorang pendosa lebih Allah rindukan daripada zikirnya orang yang saleh. Taubat artinya penyesalan yang mendalam karena telah melakukan maksiat lalu kembali kepada Allah dengan komitmen tidak akan mengulangi kembali.

Sebagian orang berkata, untuk menikmati taubat, perlu melakukan dosa terlebih dahulu. Ada lagi yang berkata, saya tidak perlu bertaubat karena saya tidak punya dosa. Ungkapan di atas tidaklah tepat, sebab manusia selain nabi tempatnya salah dan khilaf.

Taubat sesungguhnya satu dari sekian banyak terminal yang harus dilalui manusia. Orang yang berdosa kecil apalagi besar butuh diampuni, orang yang telah bertaubat perlu memperbarui taubatnya kembali, berapa kali kita lalai dalam kewajiban, berapa kali kita melakukan hal yang syubhat (tidak jelas haram atau halal). Karena itu manusia sangat butuh taubat sebagai ungkapan kelemahannya di hadapan Tuhan. Nabi Muhammad saw saja yang maksum (terjaga) dari dosa senantiasa membaca istigfar 100 kali dalam sehari.

Kalau demikian, taubat dibutuhkan karena dosa besar, taubat dibutuhkan karena dosa kecil, taubat dibutuhkan karena kelalaian kita, taubat dibutuhkan karena nikmat yang belum kita syukuri, taubat dilakukan untuk menyadari kelemahan diri kepada Allah dan seterusnya dan seterusnya.

Implementasi taubat, selain meninggalkan maksiat, seseorang juga harus kembali kepada Allah dan merasa menyesal atas perbuatannya. Maka tidaklah dinamakan orang bertaubat, misalnya orang yang dahulu pernah minum khamar lalu ia tinggalkan karena sakit yang diderita atau karena tidak lagi punya uang untuk membeli minuman keras. Ia berhenti dari maksiat bukan karena dorongan takutnya kepada Allah swt tapi karena hal lain.

Karena itu rukun taubat ada tiga, pertama, ada penyesalan, kedua, meninggalkan maksiat tersebut dan ketiga, ada komitmen diri untuk tidak mengulanginya. Betapa dahsyat pertaubatan yang sungguh-sungguh (taubat nasuha), ia mampu mengganti dosa menjadi kebaikan, itu dijelaskan dalam QS. Al-Furqan: 70 (kepada mereka Allah mengganti kejahatannya dengan kebaikan..). Orang yang puluhan tahun lalai dengan salatnya, lalu ia bertaubat dengan menyesali kealpaannya dan berkomitmen untuk tidak meninggalkannya, maka kelalaiannya diubah menjadi kebaikan sejak ia menyatakan pertaubatan.

Salah satu nama Allah adalah Al-Tawwab, artinya rahmat Allah tak terbatas dalam menerima taubat hamba-Nya. Tak terbatas oleh jumlah orang, tak terbatas oleh waktu, tak terbatas oleh jumlah dosa. Ada riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari, ketika seorang datang kepada Rasulullah dan berkata, apakah jika saya melakukan dosa maka dicatat?, Rasul menjawab ya, jika saya bertaubat apa bisa dihapus? Jawab Rasul ya. Bagaimana jika saya berdosa lagi, apa dicatat? Jawab Rasul ya, jika saya bertaubat, apa dihapus? Rasul menjawab ya. Orang ini kemudian bertanya, sampai kapan itu terjadi. Rasul menjawab, “Allah tidak pernah bosan menerima taubat hamba-Nya selama hamba tidak bosan memohon taubat kepada-Nya”.

Orang yang berumur tua bertaubat menyesali dosa-dosanya adalah karunia dan rahmat Allah kepadanya, sebelum ia merasakan sakratul maut ketika semua orang yang mengalaminya ingin bertaubat, namun taubat saat itu tidak lagi diterima. Jika orang tua bertaubat Allah senang dan gembira, apalagi jika yang bertaubat itu adalah anak muda yang masih sangat berat tantangannya tergoda dengan dosa. Demikian sebuah potongan riwayat hadis qudsi Allah swt berfirman, “Aku cinta orang tua yang bertobat dan cintaku lebih besar pada pemuda yang bertobat.” (HR. Ahmad).

Tinggalkan komentar