Ramadan dengan Cinta #13: Cinta Nabi Kepada Keluarganya

Penulis : Prof. Dr. KH. Muammar Muhammad Bakry, Lc., MA. (Ketua FKUB Provinsi Sulawesi Selatan)

Betapapun zuhudnya Nabi SAW, rasa takutnya kepada Allah dan banyaknya ibadahnya, tapi tidak melupakan dan menghalaginya memberi perhatian kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Khusus kepada keluarganya Nabi saw pernah menyatakan sebagaimana yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah ra.

“Sebaik-baik kalian adalah yang baik kepada keluarganya, dan saya adalah yang terbaik di antara kalian untuk keluargaku” (HR. Turmuzi).

Nabi menjadikan dirinya sebagai role model dalam mencintai keluarganya, agar umatnya bisa mengikuti muamalah Nabi dalam keluarganya.

Anas ra menjelaskan bahwasanya Nabi saw tidak pernah sekalipun memukul keluarganya, istrinya dan pembantunya dengan tangannya, kecuali dalam medan perang (HR. Muslim).

Manusia tidak ada yang sempurna termasuk pasangan suami istri. Biasanya sebelum menjadi pasangan laki-laki ataupun perempuan melihat calon pasangannya tanpa cacat.

Ketika menjadi pasangan yang sah baik sebagai suami atau sebagai istri, akan nampak satu demi satu kekurangan masing-masing.

Jika kekurangan yang selalu dimunculkan maka akan terjadi malapetaka dalam rumah tangga yang bisa menimbulkan konflik rumah tangga dan mengakibatkan perceraian. 

Suami atau istri yang baik melihat kekurangan pasangannya sebagai dinamika dalam mempertahankan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Di balik kekurangan seseorang pasti juga ada kelebihan yang dimiliki.

Nabi menyebutkan dalam sabdanya bahwa  “seorang mukmin hendaknya tidak membenci mukminah, jika tidak senang dengan satu perangai, maka perangai yang lain disenangi” (HR. Muslim).

Artinya bahwa di balik kekurangan pasti ada kelebihan seseorang, sekalipun demikian perangai yang tidak terpuji bukan alasan untuk melakukan tindakan kekerasan kepada pasangan, tapi dinasehati dengan rasa cinta kasih yang dibangun dalam keluarga.

Simak bagaimana Nabi saw bergaul dengan istrinya secara lembut dan kasih sayang ketika istrinya merasakan duka, sedih, sakit dan lain-lain.

Apa yang terjadi pada Ummul Mukminin Shafiyah bint Huyai ra “bahwasanya Nabi Muhammad saw menunaikan haji bersama istri-istrinya, sampai ketika beliau sudah setengah perjalanan, seorang laki-laki turun dan menuntun mereka dengan tergesa-gesa.

Maka Nabi saw bersabda, begitulah cara dia mengantarmu dengan botol (para wanita), Sayyidah Shafiyyah ra (merasa terganggu) dan menangis, lalu Rasulullah menghapus air mata di pipinya dengan tangannya sendiri. (HR. Nasai). 

Demikian pula hadis yang diriwayatkan Aisyah ra, bahwa ketika keluarganya sakit, Rasulullah meniupnya dengan membaca surah mua’wwizaat (HR. Thabrani). Itu menunjukkan bahwa Nabi sangat peduli dengan keluarga dan istrinya ketika terjadi masalah yang dihadapi.

Nabi saw juga seringkali memuji istri-istrinya, sampai semua istrinya merasa yang paling dicintai, sekalipun dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa Nabi sebenarnya hatinya lebih condong ke Aisyah.

Dalam hal keadilan semua diperlakukan sama, namun berkaitan dengan urusan hati, adalah titipan Allah kepada manusia.

Sekalipun demikian, Sayyidah Aisyah ra pun kadang merasa cemburu, bukan cemburu kepada istri-istri lain yang masih hidup, tapi justru cemburu kepada Sayyidah Khadijah ra yang sudah meninggal, karena Nabi seringkali menyebut nama itu terutama Ketika bertepatan dengan hari kematiannya.

Nabi saw juga sangat romantis dalam membangun keluarga bersama istri-istrinya, Ummul Mukminin Aisyah ra menjelaskan bahwa sekalipun ia dalam keadaan haid.

Nabi terkadang minum dengan Aisyah dalam gelas yang sama, satu kain melap keringat dan seterusnya. Hadis seperti banyak dijelaskan termasuk yang diriwaytkan oleh Imam Muslim.

Tinggalkan komentar